Minggu, 29 September 2013

Balanced Scorecard


BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Definisi Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. Balanced Scorecard berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Balanced Scorecard adalah sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan secara ekstensif dalam bisnis dan industri, pemerintah, dan organisasi nirlaba di seluruh dunia untuk kegiatan usaha untuk menyelaraskan visi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan memantau kinerja organisasi terhadap strategis tujuan. Itu berasal oleh Drs. Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton sebagai kerangka pengukuran kinerja yang strategis menambahkan non-ukuran kinerja keuangan tradisional metrik keuangan untuk memberikan para manajer dan eksekutif yang lebih 'seimbang' pandangan kinerja organisasi. Sementara frase balanced scorecard diciptakan pada awal tahun 1990-an, akar dari jenis ini pendekatan yang mendalam, dan termasuk karya perintis General Electric pada pengukuran kinerja pelaporan di tahun 1950-an dan pekerjaan proses Perancis insinyur (yang menciptakan Tableau de Bord - secara harfiah, sebuah "dashboard" ukuran kinerja) di bagian awal abad ke-20. 
Balanced Scorecard telah berevolusi dari awal digunakan sebagai kerangka pengukuran kinerja yang sederhana untuk penuh perencanaan strategis dan sistem manajemen. Yang "baru" scorecard seimbang mentransformasikan organisasi rencana strategis dari menarik tetapi pasif dokumen ke dalam "berbaris perintah" untuk organisasi sehari-hari. Menyediakan kerangka kerja yang tidak hanya menyediakan pengukuran kinerja, tetapi membantu perencana mengidentifikasi apa yang harus dilakukan dan diukur. Ini memungkinkan para eksekutif untuk benar-benar melaksanakan strategi mereka. 
Pendekatan baru ini manajemen strategis pertama kali rinci dalam serangkaian artikel dan buku oleh Drs. Kaplan dan Norton. Mengenali beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan manajemen sebelumnya, pendekatan scorecard yang seimbang memberikan resep yang jelas mengenai apa yang harus perusahaan untuk mengukur 'keseimbangan' perspektif keuangan. Seimbang Scorecard adalah sebuah sistem manajemen (bukan hanya suatu sistem pengukuran) yang memungkinkan organisasi untuk menjelaskan visi dan strategi mereka dan menerjemahkannya ke dalam tindakan. Menyediakan umpan balik di sekitar kedua proses bisnis internal dan eksternal hasil dalam rangka untuk terus meningkatkan kinerja dan hasil strategis. Ketika sepenuhnya dikerahkan, Balanced Scorecard mentransformasikan perencanaan strategis dari latihan akademis ke pusat saraf suatu perusahaan. 
Kaplan dan Norton menggambarkan inovasi yang seimbang scorecard sebagai berikut: 
"The Balanced Scorecard tetap mempertahankan ukuran keuangan tradisional. Tapi ukuran finansial menceritakan peristiwa masa lalu, cerita yang memadai untuk usia industri perusahaan yang investasi dalam jangka panjang kemampuan dan hubungan dengan pelanggan tidak penting untuk kesuksesan. Ukuran finansial ini tidak memadai, namun , untuk menuntun dan mengevaluasi perjalanan perusahaan abad informasi yang harus membuat untuk menciptakan nilai masa depan melalui investasi pada pelanggan, pemasok, karyawan, proses, teknologi, dan inovasi. "

2.2    Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya balanced scorecard telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. Balance scorecard memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional.Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. balanced scorecard menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan balanced scorecard dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur

2.3    Empat Perspektif Balanced Scorecard
2.3.1   Perspektif Finansial
Dalam pembentukan sebuah BSC seharusnya akan mendorong unit bisnis untuk mengaitkan tujuan keuangan dengan strategi korporasi. Tujuan keuangan menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif BSC lainnya. Setiap ukuran terpilih harus merupakan bagian hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja keuangan. BSC harus menjelaskan strategi perusahaan, dimulai dari keuangan jangka pendek, kemudian mengaitkannya dengan berbagai urutan tindakan yang harus diambil berkenaan dengan proses keuangan, pelanggan, proses internal, dan para pekerja serta sistem untuk menghasilkan kinerja ekonomis jangka panjang yang diinginkan perusahaan.
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000). Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1.    Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2.    Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui   peningkatan cost effectiveness).
3.    Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut. Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
Menurut Kaplan, dalam setiap strategi pertumbuhan, bertahan, dan menuai, ada tiga tema keuangan yang mendorong penetapan strategi bisnis:
·         Bauran dan pertumbuhan pendapatan
·         Penghematan biaya/peningkatan produktifitas
·         Pemanfaatan aktiva/strategiinvestasi
Bauran dan pertumbuhan pendapatan mengacu berbagai usaha untuk memperluas penawaran produk dan jasa, menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk dan jasa kearah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta penetapan ulang harga produk dan jasa. Tujuan penghematan biaya dan penigkatan produktifitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan biaya dan penigkatan produktifitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan biaya langsung produk dan jasa, mengurangi biaya tidak langsung, dan pemanfaatan bersama berbagai sumberdaya perusahaan. Untuk tema pemanfaatan aktiva, apra manajer berusaha untuk mengurangi tingkat modal kerja yang dibutuhkan untuk mendukung volume dan bauran bisnis tertentu. Mereka juga berusaha untuk lebih memanfaatkan basis aktiva tetap, dengan mengarahkan berbagai bisnis baru kepada sumber daya perusahaan yang saat ini belum dignakan dengan kapasitas penuh, menggunakan secara lebih efisien sumber daya yang langka, dan melepas aktiva yang tidak memberikan pengembalian yang memadai sebesar nilai pasarnya. Semua tindakan ini memungkinkan setiap unit bisnis untuk memperbesar tingkat pengembalian aktiva finansial dan fisik perusahaan.

Factor pendorong tujuan finansial untuk ketiga strategi bisnis dan ketiga tema finansial ini dapat dilihat dalam peraga
Peraga mengukur Tema Keuangan Strategis


Tema Strategi


Bauran dan pertumbuhan pendapatan
Penghematan Biaya/peningkatan Produktivitas
Pemanfaatan Aktiva
Strategi unit bisnis
Pertumbuhan

Pendapatan/pekerjaan
Investasi (persentase penjualan
Pengembangan (persentase penjualan)
Bertahan

Biaya perusahaan sendiri vs competitor
Tingkat penghematan biaya beban tak langsung
(persentase penjualan)
Rasio modal kerja (sikkus kas ke kas0
ROCE berdasarkan kategori aktiva kunci
Tingkat pemanfaatan aktiva
Manuai
Profitabilitas lini pelanggan dan produk
Persentase pelanggan yang tidak menguntungkan
Biaya unit (per unit output, pertransaksi)
Pengembalian (payback) Troughput




2.3.2   Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan, yaitu:
a.       Kelompok pengukuran inti (core measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
      
b.      Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
-          Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
-          Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
-          Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.

2.3.3   Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk:
a.    memberikan preposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran,
b.    memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham.
Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan. Perspektif proses bisnis internal mengungkapkan dua perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dengan pendekatan Balanced Scorecard. Perbedaan yang pertama adalah, bahwa pendekatan tradisional berusaha memantau dan meningkatkan proses bisnis yang ada saat ini. Pendekatan ini mungkin melampaui ukuran kinerja finansial dalam hal pemanfaatan alat ukur yang berdasar kepada mutu dan waktu. Tetapi semua ukuran itu masih berfokus pada peningkatan proses bisnis saat ini.
Sedangkan pendekatan pada umumnya akan scorecard mengidentifikasi berbagai proses baru yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan agar dapat memenuhi berbagai tujuan pelanggan dan finansial. Sebagai contoh, sebuah perusahaan mungkin menyadari perlunya mengembangkan suatu proses untuk mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau memberikan layanan yang dinilai tinggi oleh pelanggan sasaran.
Tujuan proses bisnis internal Balanced Scorecard akan menyoroti berbagai proses penting yang mendukung keberhasilan strategi perusahaan tersebut, walaupun beberapa di antaranya mungkin merupakan proses yang saat ini sama sekali belum dilaksanakan. Perbedaan yang kedua adalah pendekatan Balanced Scorecard memadukan berbagai proses inovasi ke dalam perspektif proses bisnis internal, sedangkan sistem pengukuran kinerja tradisional berfokus kepada proses penyampaian produk dan jasa perusahaan saat ini kepada pelanggan saat ini. Sistem tradisional digunakan dalam upaya untuk mengendalikan dan memperbaiki proses saat ini yang dapat diumpamakan sebagai “gelombang pendek” penciptaan nilai.
Gelombang pendek penciptaan nilai dimulai dengan diterimanya pesanan produk (atau memproduksi, menyerahkan, dan memberikan produk dan layanan kepada pelanggan dengan biaya di bawah harga yang dibayar oleh pelanggan. Sedangkan perspektif proses bisnis internal Balanced Scorecard terdiri atas tujuan dan ukuran bagi siklus gelombang panjang inovasi maupun siklus gelombang pendek operasi. Yang dimaksud dengan proses inovasi “gelombang panjang” penciptaan nilai adalah proses penciptaan produk dan jasa yang sama sekali baru untuk memenuhi kebutuhan yang terus tumbuh dari pelanggan perusahaan saat ini dan yang akan datang. Oleh karena itu, kemampuan mengelola dengan sukses proses jangka panjang pengembangan produk atau pengembangan kapabilitas untuk menjangkau kategori pelanggan yang baru lebih penting daripada kemampuan mengelola operasi saat ini secara efisien, konsisten, dan responsif.
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon,1999). Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
a.    Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan. Identifikasi yang dilakukan adalah berapa besarnya pangsa pasar, kebutuhan pelanggan, tingkat harga yang ditargetkan pada produk tersebut. Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan pengukuran dalam proses operasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu: pertama, beberapa dekade yang lampau ketika badan usaha mulai berkembang, pusat perhatian badan usaha ada pada proses manufaktur bukannya proses litbang (penelitian dan pengembangan) dan yang kedua, tidak ada hubungan yang pasti antara input yang dipergunakan dalam litbang dengan output yang dihasilkannya.

Output yang dihasilkan oleh litbang membutuhkan waktu yang lama untuk benar-benar menghasilkan uang bagi badan usaha. Secara umum, upaya-upaya untuk pengukuran kinerja litbang yang baku biasanya dipusatkan pada tiga indikator yaitu: hasil secara teknis, keuntungan penjualan atau keuntungankeuangan lainnya yang diperkirakan dari bagian litbang dan penilaian tentang keberhasilan masing-masing proyek. Tolok ukur yang berusaha mengaitkan keuntungan keuangan lainnya dengan litbang dalam mengukur proses inovasinya adalah:
·      prosentase penjualan yang berasal dari produkbaru
·      prosentase penjualan produk yang masih memiliki paten dibandingkan produk yang diproduksi oleh pesaing.
·      Pengenalan produk baru dibandingkan dengan produk pesaing
·      Kemampuan proses manufaktur, dan
·      Waktu untuk mengembangkan produk generasi selanjutnya.

b.    Proses operasi
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.

c.    Pelayanan purna jual
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini merupakan layanan yang diberikan kepada konsumen setelah menikmati manfaat dari produk, hal tersebut dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran seperti admisnistrasi kartu kredit.

2.3.4   Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif inimenyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan,yaitu:
1.    Kapabilitas pekerja.
Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a.    Kepuasan pekerja, merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen.Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b.    Retensi pekerja, merupakan kemampuan untuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan.Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan.Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c.    Produktivitas pekerja, merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja

2.4    Implementasi Balanced Scorecard Pada Organisasi Pemerintah
Pemerintah seyogyanya menjembatani kesenjangan antara ekspektasi publik atau kebutuhan sosial dan penyerahan pelayanan publik yang diberikannya. Organisasi pemerintah merupakan sistem penyerahan pelayanan publik (public service delivery system) kepada masyarakat. Terdapat perbedaan-perbedaan perspektif balanced scorecard yang diterapkan pada organisasi bisnis yang berorientasi keuntungan (private sector) dan yang diterapkan pada organisasi pemerintah yang berorientasi pelayanan public (public sector), seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut :

Perspektif
Organisasi Swasta/Bisnis (Private Sector)
Organisasi Pemerintah (Public Sector)
Finansial/Efisiensi Operasional
Bagaimana kita melihat/ memandang dan memberikan nilai kepada pemegang saham?
Bagaimana kita melihat/ memandang dan memberikan nilai kepada masyarakat dan atau pembayar pajak?
Pelanggan
Bagaimana pelanggan melihat atau memandang dan mengevaluasi kinerja kami?
Bagaimana orang-orang yang menggunakan jasa/pelayanan publik memandang dan mengevaluasai kinerja kami?
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai kepada pelanggan, pemegang saham, karyawan, manajemen serta organisasi?
Dapatkah kita melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai untuk masyarakat/pembayar pajak, aparatur dan pejabat pemerintah, organisasi pemerintah dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder)
Proses dan Produk
Apa yang harus diunggulkan dari proses dan produk kami?
Apakah program-program pembangunan yang dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan?

Dalam penerapan Balanced Scorecard pada organisasi pemerintah memerlukan beberapa penyesuaian, karena:
1.      Fokus utama sektor publik adalah masyarakat (publik) dan kelompok-kelompok tertentu (interest groups), sedangkan fokus utama sektor bisnis adalah pelanggan dan pemegang saham.
2.      Tujuan utama organisasi publik adalah bukan maksimalisasi hasil-hasil finansial, tetapi keseimbangan pertanggungjawaban finansial (anggaran) melalui pelayanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) sesuai visi dan misi organisasi pemerintah.
3.      Mendefinisikan ukuran dan target dalam perspektif customer/stakeholder membutuhkan pandangan dan kepeduliaanyang tinggi sebagai konsekuensi dari peran kepengurusan organisasi pemerintah dan membutuhkan definisi yang jelas serta hasil strategis yang diinginkan.

 balanced scorecard organisasi pemerintah terdiri dari empat perspektif, yaitu:

Ø  Perspektif Pelanggan
Manajer pemerintahan harus mengetahui apakah pelayan publik yang mereka berikan telah memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai warga negara dan pembayar pajak. Mereka harus menentukan jawaban atas pertanyaan:
Apakah organisasi pemerintah telah memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi rasiona masyarakat?

Ø  Perspektif Finansial
Manajer pemerintahan harus berfokus pada pemenuhan kebutuhan pelayanan publik dalam cara-cara yang efisien. Mereka harus menjawab pertanyaan:
Apakah pelayanan publik diberikan pada tingkat biaya yang kompetitif dan efisien?

Ø  Perspektif Proses Internal
Manajer pemerintahanharus berfokus pada operasi-operasi kritis yang memungkinkan mereka mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Manajer harus menjawab pertanyaan:
Dapatkah organisasi pemerintah meningkatkan pelayanan publik melalui pengubah cara (metode) pelayanan?

Ø  Proses Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kemampuan suatu organisasi pemerintah meningkatkan dan memenuhi kebutuhan masyaraka berkaitan secara langsung dengan kemampuan karyawan (sumberdaya manusia) untuk memenuhi permintaan masyarakat itu. Manajer pemerintahan harus menjawab pertanyaan:
Apakah organisasi pemerintah mempertahankan teknologi dan pelatihan karyawan untuk peningkatan terus menerus?

Agar organisasi pemerintah (publik) dapat berhasil mengembangkan balanced scorecard sebagai suatu sistem manajemen kinerja pemerintahan, kepala pemerintahan perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
1.      Menciptakan atau memberdayakan suatu dewan di tingkat kota madya yang disebut dewan kota yang membantu mengidentifikasi sasaran organisasi pemerintah.
2.      Mengimplementasikan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan membantu organisasi pemerintah dalam memikirkan dan mencapai perencanaan strategis jangka panjang.
3.      Meningkatkan transparansi data, informasi dan indikator kinerja kunci (key performance indicators). Membuat laporan dan ukuran yang mudah dan selalu tersedia untuk diketahui oleh publik (masyarakat). Menciptakan web site yang berisi semua data dan informasi tentang pemerintah dari berbagai organisasi pemerintah, yang terbuka untuk diakses oleh publik.
4.      Berfokus pada hasil-hasil. Organisasi pemerintah seyogianya menyeimbangkan hasil jangka pendek dan sasaran jangka panjang serta memberikan perhatian penuh kepada ukuran kinerja yang saling berkaitan dengan hal itu.
5.      Berfokus pada balas jasa dan pengakuan berbasis evaluasi kinerja tim. Balas jasa dan pengakuan seyogianya didasarkan pada pencapaian kinerja tim kerja sama. Balas jasa harus berbasis pada tim, bukan pada individual. Dengan demikian, manajemen pemerintahan harus berfokus pada evaluasi kinerja tim.
6.      Berfokus pada indikator kinerja kunci (key performance indikator). Mengembangkan indikator kinerja kunci yang saling berkaitan dalam empat perspektif balanced scorecard agar mampu mengukur kesuksesan pencapaian tujuan strategis berdasarkan program-program pemerintah.
7.      Mengembangkan kerangka kerja antar pemerintah dari sistem perencanaan dan pengukuran.
8.      Menunjuk seorang atau beberapa orang pemenang yang berada dalam organisasi pemerintahan itu untuk menggerakkan dan mengendalikan ide-ide dan dukungan terintegrasi dari perencanaan dengan penetapan sasaran realistis, pengukuran kinerja, dan balas jasa serta pengakuan berdasarkan evaluasi pencapaian kinerja tim. Pemenang ini dapat duduk dalam dewan kualitas
9.      Memikirkan strategi solusi masalah yang bersifat lintas fungsi, atau masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah.

















BAB III
KESIMPULAN


Balances Scorecard adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. Balances Scorecard berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balances Scorecard adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya. Keunggulan pendekatan Balances Scorecard dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur.
Menurut Kaplan terdapat 4 perspektif dalam Balances Scorecard yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Dalam implementasi Balances Scorecard Agar organisasi pemerintah (publik) dapat berhasil mengembangkan Balances Scorecard sebagai suatu sistem manajemen kinerja pemerintahan, kepala pemerintahan perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
1.        Menciptakan atau memberdayakan suatu dewan di tingkat kota madya yang disebut dewan kota yang membantu mengidentifikasi sasaran organisasi pemerintah.
2.        Mengimplementasikan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan membantu organisasi pemerintah dalam memikirkan dan mencapai perencanaan strategis jangka panjang.
3.        Meningkatkan transparansi data, informasi dan indikator kinerja kunci (key performance indicators
4.        Berfokus pada hasil-hasil. Organisasi pemerintah seyogianya menyeimbangkan hasil jangka pendek dan sasaran jangka panjang serta memberikan perhatian penuh kepada ukuran kinerja yang saling berkaitan dengan hal itu.
5.        Berfokus pada balas jasa dan pengakuan berbasis evaluasi kinerja tim.
6.        Berfokus pada indikator kinerja kunci (key performance indikator).
7.        Mengembangkan kerangka kerja antar pemerintah dari sistem perencanaan dan pengukuran.
8.        Menunjuk seorang atau beberapa orang pemenang yang berada dalam organisasi pemerintahan itu untuk menggerakkan dan mengendalikan ide-ide dan dukungan terintegrasi dari perencanaan dengan penetapan sasaran realistis, pengukuran kinerja, dan balas jasa serta pengakuan berdasarkan evaluasi pencapaian kinerja tim. Pemenang ini dapat duduk dalam dewan kualitas.
9.        Memikirkan strategi solusi masalah yang bersifat lintas fungsi, atau masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah.

























DAFTAR PUSTAKA


Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Balanced Scorecard, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000

Gaspersz, Vincent, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard Dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002