BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Transaksi jasa-jasa syariah merupakan
akad pelengkap di lembaga keuangan syariah. Akad-akad berbasis jasa biasanya
digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan nasabah atau konsumen akan jasa
keuangan yang tidak bias dilakukan sendiri oleh nasabah tersebut. Jasa-jasa
pelengkap tersebut antara lain: transfer, pembayaran listrik, telepon, air,
jasa penukaran mata uang, jasa gadai, jasa titipan barang, atau uang dan jasa
lainnya. Jasa-jasa tersebut merupakan sumber pendapatan lembaga keuangan selain
kegiatan operasi utama. Akad-akad yang akan dibahas dalam bab ini antara lain
Wadiah, Qardh, Sharf, Hiwalah, Rahn, Wakalah, dan Kafalah. Masing-masing akad
akan dibahass mengenai konsep dasar, landasan hukum, karakteristik, teknik
perbankan/ lembaga keuangan syariah, pengakuan dan pengukuran, dan aplikassi
akad dalam jasa-jasa syariah berbasis imbalan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana transaksi jasa-jasa syariah
berbasis imbalan?
2.
Bagaimana konsep, landasan fiqh, dan
perlakuan akuntansi Wadiah, Qardh, Sharf, Hiwalah, Rahn, Wakalah, serta
Kafalah?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah
tersebut, maka tujuan dari pembahasan masalah ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui transaksi jasa-jasa
syariah di lembaga keuangan syariah.
2.
Untuk mengetahui aplikasi akad dalam
jasa-jasa syariah berbasis imbalan.
3.
Membahas konsep dasar, landasan hokum,
serta pengakuan dan pengukuran dalam lembaga keuangan syariah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Jasa
– Jasa Syariah Berbasis Imbalan
1.
Wadiah
Konsep dasar
Wadiah dapat diartikan sebagai
meninggalkan atau meletakkan, atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk
dipelihara dan dijaga. Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik individu maupunbadan hokum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki.
Landasan fiqh dan fatwa
DSN tentang akad wadiah
a) Landasan
Al Quran dan Al Hadits
Al Quran
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kapada yang berhak
menerimanya”. (QS. An Nisaa : 58)
“Jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai menunaikan amanahnya
(utangnya) dan hendaknya ia berkata kepada Allah Tuhannya”. (QS. Al Baqarah :
283)
Al Hadis
“Abu Hurairah
meriwayatkan kepada Rasulullah SAW bersabda, sampaikanlah amant (tunaikan)
amanat kepada orang yang telah menghianati” (Hr. Abu Daud dan menurut Tirmidzi
hadis ini Hasan, sedangkan menurut Imam Hakim mengkatagorikan sahih).
b) Fatwah
DSN tentang akad Wadiah
Fatwa DSN yang mengatur
tentang akad wadiyah terdapat pada fatwa DSN No: 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang giro. Dan juga DSN No:
02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan.
Fatwa tersebut menjelaskan bahwa giro dan tabungan yang diperkenankan dalam
kegiatan LKS hanyalah giro dan tabungan yang menggunakan prinsip mudharabah dan
prinsip wadiah. Ketentuan giro dan tabungan yang menggunakan prinsip wadiah
antara lain :
1. Bersifat
titipan
2. Titipan
bisa diambil kapan saja (giro)
Simpanan bias diambil
kapan saja atau berdasarkan kesepakatan (tabungan)
3. Tidak
ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat
sukarela dari pihak bank.
fatwa
DSN ini lebih mengatur model giro dengan menggunakan prinsip wadiyah yad
dhamanah dimana LKS boleh memanfaatkan dana wadiah sepanjang pada saat
dibutuhkan oleh penitip bank maupun menyediakan dana tersebut.
Karakteristik
PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragraph 134-136 menjelaskan karakteristik wadiah sebagai
berikut :
1)
Wadiah adalah titipan nasabah yang harus
dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan
menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan.
2)
Wadiyah dibagi atas wadiah yad-dhamanah
dan wadiah yad-amanah.
3)
Penerima titipan dalam transaksi wadyah
dapat :
a.
Meminta ujrah (imbalan) atas penitipan
barang / uang tersebut; dan
b.
Memberikan bonus kepada penitip dari
hasil pemanfaatan barang / uang titipan (wadiah yad-dhamanah)namun tidak boleh
diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan penerima
titipan.
Teknis perbankan /
Lembaga keuangan syariah
Wiroso (2005: 68-69) menjelaskan bahwa
dalam teknis perbankan syariah khususnya, wadiah dengan model wadiah yad
dhamanah sering digunakan dalam berbagai jasa perbankan syariah seperti pada
rekening giro dan Rekening Tabungan yaitu Bank Islam boleh menggunakan uang
tersebut dalam proyek jangka pendek. Bank bertanggung jawab atas keselamatan
uang tersebut dengan konsep jaminan. Namun pemilik bisa mengambil dananya
sewaktu-waktu menggunakan cek. Bank masih bias memperoleh imbalan atas jasa
pengelolaan rekening wadiah tersebut sebagai bagian dari pendapatan lain
berbasis imbalan. Wadiah yad-amanah dapat diterapkan dalam bentuk penitipan
barang yang dalam praktik perbankan sering disebut dengan jasa Penyedian Safe Deposit Box, merupakan
tempat yang disediakan oleh bank untuk menyimpan barang berharga milik nasabah
dimana bank tidak diperkenankan memenfaatkan atau menggunakan barang tersebut
tanpa seijin pemilik barang tersebut. Disini bank berhak meminta imbalan jasa
atas penitipan barang tersebut sebagai sumber pendapatan bank lain.
Pengakuan dan
pengukuran dana wadiah
PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragra 137-138 menjelaskan karakteristik wadiah sebagai
berikut :
1) Dana
wadiah diakui sebesar jumlah dana yang dititipkan pada saat terjadinya
transaksi. Penerimaannya yang diperoleh atas pengelolaan dana titipan diakui
sebagai pendapatan bank dan bukan merupakan unsure keuntungan yang harus
dibagikan.
2) Pengakuan
bonus dalam ransaksi wadiah adalah sebagai berikut :
a) Pemberian
bonus kepada nasabah diakui sebagai badan pada saat terjadinya transaksi
b) Penerimaan
bonus dari penempatan dana pada bank syariah lain diakui sebagai pendapatan pada
saat kas diterima
c) Penerimaan
bonus dari penempatan dana syariah pada bank sentral diakui sebagi pendapatan
pada saat kas diterima
d) Penerimaan
bonus dari penempatan dana pada bank non-syariah diakui sebagai pendapatan dana
qardhul hasan pada saat kas diterima.
Aplikasi dan ilustrasi
Ilustrasi berikut menggambarkan
transaksi-transaksi giro wadiah yang terjadi dalam praktik perbankan syariah :
·
Pada tanggal 1 Agustus 2008 diterima
setoran tunai pembukaan giro pada Bank Syariah Rasyda atas nana Arrania sebesar
Rp 30.000.000
Kas
30.000.000
Giro wadiah 30.000.000
·
5 Agustus 2008 Arrania melakukan
penarikan giro wadiah melalui ATM sebesar Rp 1.000.000
Giro
wadiah 1.000.000
Kas ATM 1.000.000
·
7 Agustus 2008 Arrania menyerahkan
aplikasi transfer untuk dilakukan pemindahbukuan dari rekening gironya sebesar
Rp 10.000.000 untuk dibuatkan deposito mudharabah dengan nisbah.
Giro
wadiah 10.000.000
Deposito mudharabah 10.000.000
·
Arrina melakukan transfer ke rekening
atas nama Ahmad di bank Syirka cabang condongcagur sebesar Rp 5.000.000
Giro
wadiah 5.000.000
Bank Indonesia 5.000.000
·
Bank Rasyida menerapkan kebijakan
pemberian bonus kepada para pemegang rekening giro wadiah. Arrania berhak atas
bonusdari bank sebesar Rp 25.000 dan atas bonus tersebut dipotong pajak 10%
Beban
bonus wadiah 25.000
Giro wadiah 22.500
Bank Indonesia 2.500
2.
Qardh
Konsep
Dasar
Al Qardh adalah pemberian harta kepada
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
Landasan
Fiqh dan Fatwa DSN tentang Akad Qardh
a. Landasa
Al Quran dan Al Hadits
Al Qur’an
“Ssiapakah yang mau
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
(QS. Al Hadid (57):11)
Al Hadis
Ibnu Mas’ud
meriwayatkan bahwa Rasulllullah berkata :”Bukan seorang muslim (mereka) yang
meminjam muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai)
sedekah”. (Hr. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Baihaqi).
b. Fatwa
DSN tentang akad Qardh
Fatwa No.
19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al Qardh merupakan satu-satunya fatwa DSN yang
mengatur tentang Qardh dengan ketentuan sebagai berikut :
Pertama
:
Ketentuan Umum
1) Al
Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang memerlukan
2) Nasabah
Al Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah
disepakati bersama
3) Biaya
administrasi dibebankan kepada nasabah
4) LKS
dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu
5) Nasabah
Al Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS
selama tidak diperjanjikan dalam akad
6) Jika
nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau sekuruh kewajibannya pada saat
yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat
memperpanjang janka waktu pengemabalian atau mengahapus sebagian atau seluruh
kewajibannya.
Kedua
:
Sanksi
1) Dalam
hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi
kepada nasabah.
2) Sanksi
yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa – dan
tidak terbatas – penjualan barang jaminan.
3) Jika
barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya
secara penuh.
Ketiga
:
Sumber Dana
Dana Al Qardh dapat
bersumber dari :
·
Bagian modal LKS
·
Keuntungan LKS yang disisihkan
·
Lembaga lain atau individu yang
mempercayakan penyaluran infaknya kepada LKS.
Karakteristik
PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragraph 139 – 141 menjelaskan karakteristik qardh sebagai
berikut :
1) Pinjaman
qardh adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihakyang
meminjamkan mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tetentu. Pihak yang meminjamkan dapat memperoleh imbalan namun tidak
diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam perjanjian.
2) Bank
syariah disamping memberikan pinjaman qardh, juga dapat menyalurkan pinjaman
dalam bentuk qardhul hasan.
3) Sumber
dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan internal.
Teknis
perbankan / Lembaga Keuangan Syariah
Sudarsono (2003: 70-71) menjelaskan
tentang teknis penerapan akad qardh dalam praktik perbankkan syariah khususnya
qardh untuk peminjaman uang. Penerapannya sebagai berikut :
1) Sebagai
pinjaman talangan haji dimana naabah calon haji diberikan pinjaman talangan
untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan
melunasinya sebelum keberangkatan ke haji.
2) Sebagai
pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi
keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabh akan
mengembalikan sesuai waktu yang ditentukan.
3) dll
Pengakuan
dan pengukuran pinjaman qardh
PSAK Nomor 59 tentang
Akuntansi Perbankkan Syariah paragraph 142 – 143 menjelaskan karakteristik
wadiah sebagai berikut :
1)
Pinjaman qardh diakui sebesar jumlah
dana yang dipinjamkan pada saat terjadinya. Kelebiah penerimaan dari pinjaman
atas qardh yang dilunasi diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya.
2)
Dalam hal bank bertindak sebagi peminjam
qardh, kelebihan pelunasan kepada pemberi pinjaman qardh diakui sebagi beban.
Aplikasi
dan ilustrasi
Baskoro adalah seorang tukang becak dan
memiliki anak dan istri. Istri Baskoro memiliki warung dipinggir sungai Code
dengan omset yang lumayan. Baskoro memerluakn uang sebesar 750.000 untuk
pengobatan anaknya yang sakit demam berdarah. Baskoro mncoba menghubungi BMT
Istiqomah untuk mengajukan pembiayaan. Setelah pihak BMT mengidentifikasi penghsilan
Baskoro dan istrinya, BMT menggunakan sebagian dana maalnya untuk untuk
memberikan pinjaman Qardh kepada Baskoro yang termasuk katagori kurang mampu.
Berikut jurnal – jurnal yang dibuat oleh
BMT dalam rangka realisasi pembiayaan kepada Baskoro :
a.
1 Agutus 2008 diserahkan dana Qardh
kepada Baskoro sebesar Rp 750.000
Pinjaman
Qardh 750.000
Kas 750.000
b.
1 Agustus 2008 Baskoro membayar biaya
adaministrasi sebesar Rp 10.000
Kas 25.000
Pendapatan Administrasi 25.000
c.
1 September 2008 Baskoro membayar
angsuran 1 bulan sebesar Rp 75.000
Kas
75.000
Pinjaman Qardh 75.000
3.
Sharf
Konsep
Dasar
Sjahdeini
(1999) dalam Sudarsono (2003:79) menjelaskan tentang arti harfiah dari sharf yaitu penambahan, penukaran,
penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta
lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan
baik dengan sesame mata uang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang
tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya. Jual beli mata
uang yang tidak sejenis ini, penyerahan yang harus dilakukan pada waktu yang
sama (spot).
Landasan
Fiqh dan Fatwa DSN tentang Akad Qardh
a.
Landasan Al Hadis
Jual beli
emas dengan emas,
perak dengan perak,
gandum dengan gandum, kurma dengan
kurma, anggur dengan
anggur, (apabila) satu jenis (harus)
sama (kualitas dan kuantitasnya dan
dilakukan ) secara tunai. Apabila jenis
berbeda, maka juallah sesuai dengan kehendakmu dengan syarat secara
tunai (Hr. Jamaah)
b. Fatwa
DSN tentang Akad Sharf
Fatwa
Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentan Al Sharf
merupakan satu-satunya fatwa DSN yang mengatur tentang jual beli mata uang
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum Sharf
Transaksi
jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai
berikut:
1.
Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
2.
Ada kebutuhan transaksi atau untuk
berjaga-jaga (simpanan)
3.
Apabila transaksi dilakukan terhadap
mata uang sejenis maka nilainya harus sama
dan secara tunai (at-taqbudh).
4.
Apabila berlainan jenis maka harus
dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan
dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis Transaksi
Valuta Asing
1.
Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing
(valas)
untuk penyerahan pada saat itu
(over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam
jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan
waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari
dan merupakan transaksi internasional.
2. Transaksi
Forward, yaitu transaksi
pembelian dan penjualan
valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang, dan diberlakukan untuk waktu
yang akan dating, antara 2x24 jam
sampai dengan satu
tahun. Hukumnya adalah
haram, karena harga yang
digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal
harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena
mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli
atau hak untuk menjual yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valuta asing
pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena
mengandung unsur maisir (spekulasi).
Karakteristik
PSAK Nomor 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 144 menjelaskan karakteristik Sharf adalah akad jual beli suatu valuta
dengan valuta lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah (di luar jual
beli bank notes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk
tujuan spekulatif.
Teknis
perbankan / Lembaga Keuangan Syariah
Sudarsono
(2003:79) menjelaskan tentang ketentuan umum dan teknis penerapan sharf dalam praktik perbankan syariah
adalah sebagai berikut: 1) Nilai
tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun oleh
penjual, sebelum
keduanya berpisah. Penguasaan iut dapat berbentuk penguasaan secara material maupun hukum. Penguasaan secara
material, misalnya pembeli langsung menerima dolar AS yang dibeli dan penjual
langsung menerima uang rupiah. Adapun penguasaan hukum, misalnya pembayaran
dengan menggunakan cek.
2) Apabila mata uang atau valuta yang
diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka jual beli mata uang itu harus
dilakukan dalam mata uang sejenis yang kualitas dan kuantitasnya sama sekalipun
model dari mata uantg itu berbeda.
3) Dalam
sharf
tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya adanya hak khiar syarat (khiar)
bagi pembeli. Khiar syarat adalah hak
pilih sebagai pembeli untuk dapat melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah
selesai berlangsungnya jual beli yang terdahulu atau tidak melanjutkannya jual
beli itu, yang syarat itu diperjanjikan ketika berlangsungnya transaksi
terdahulu tersebut.
4)
Tidak ada tenggang waktu antara
penyerahan mata uang yang dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf penegasan obyek akad harus
dilakukan secara tunai dan perbuatan saling menyerahkan itu harus berlangsung
sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta berpisah.
Pengakuan
dan pengukuran pinjaman Sharf
PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragraf 145-146 menjelaskan pengakuan dan pengukuran
pendapatan sharf sebagai berikut:
1) Selisih
antara kurs yang diperjanjikan dalam kontrak dan kurs tunai (mark to market) pada tanggal penyerahan valuta diakui sebagai
keuntungan/kerugian pada saat penyerahan/penerima dana.
2) Selisih penjabaran aktiva dan kewajiban
valuta asing dalam rupiah (revaluasi)
diakui sebagai pendapatan atau beban.
Aplikasi
dan ilustrasi
1)
Transaksi dalam mata uang asing
dijabarkan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs laporan (penutupan) yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu kurs tengah yang merupakan rata-rata kurs
beli dan kurs jual berdasarkan kurs Reuters
pada pukul 16.00 WIB setiap hari.
2)
Dalam melakukan pencatatan transaksi
mata uang asing terdapat dua metode yang dapat digunakan yaitu:
a.
Single Currency (Satu Jenis Mata
Uang)
b.
Multi Currency (Lebih dari Satu Jenis
Mata Uang)
3)
Pengertian dan Karakteristik: a. Single Currency adalah pencatatan transaksi mata uang asing dengan
membukukan
langsung ke dalam mata uang dasar (base currency) yang digunakan untuk
Perbankan Indonesia yaitu mata uang
rupiah/Indonesia Rupiah (IDR). Karakteristik dari Single Currency adalah sebagai berikut:
i.
Neraca yang diterbitkan hanya dalam mata
uang rupiah;
ii.
Saldo rekening dalam mata uang asing
dicatat secara extracomtable;
iii.
Penjurnalan tidak menggunakan akun rekening
perantara mata uang asing; dan
iv. Penjabaran (revaluasi) saldo rekening mata uang
asing dilakukan langsung per rekening yang bersangkutan.
b.
Multi
Currency adalah pencatatan transaksi mata uang asing dengan membukukan
langsung ke dalam masing-masing mata
uang asing asal (original currency)
yang
digunakan pada transaksi
tersebut.
Karakteristik
dari multi currency adalah sebagai berikut:
i.
Neraca dapat diterbitkan dalam setiap
mata uang asing asal (original currency)
yang digunakan;
ii. Untuk
mengetahui posisi keuangan gabungan seluruh mata uang, diterbitkan neraca dalam
base currency (untuk perbankan
Indonesia digunakan mata uang rupiah);
iii. Tidak diperlukan pencatatan saldo rekening dalam valuta
asing secara extracomtable;
iv. Penjurnalan menggunakan akun rekening
perantara; dan
v. Penjabaran (revaluasi) saldo rekening mata uang asing dilakukan melalui
rekening perantara mata uang asing. Penjabaran ekuivalen rupiah dari
rekening-rekening tersebut hanya dilakukan dalam rangka pelaporan neraca.
4) Pengakuan laba rugi jual beli (trading) dapat dilakukan pada saat
terjadinya transaksi atau pada saat revaluasi. Revaluasi dapat dilakukan pada
akhir hari atau akhir bulan disesuaikan dengan kebijakan bank yang
bersangkutan.
5) Pencatatan beban dan pendapatan mata uang
asing dilakukan sebagai berikut:
a. Jika
menggunakan single currency
Seluruh beban dan pendapatan mata
uang asing dicatat dalam rupiah
b. Jika
mengguanakan multi currency
- Seluruh beban dan pendapatan mata uang
asing dicatat dalam rupiah
- Agar saldo beban dan pendapatan mata uang
asing tidak menimbulkanselisih kurs revaluasi maka setiap akhir hari, saldo
rekening beban dan pendapatan mata uang asing tersebut dipindahbukukan ke
rekening beban dan pendapatan rupiah.
6) Contoh transaksi valuta asing yang
pencatatannya dilakukan dengan 2 sistem, yaitu
”Single
Currency” dan ”Multi Currency”
a. Bank melakukan beberapa transaksi valuta
asing sebagai berikut:
i.
Pembelian bank notes USD sebesar USD 200 pembayaran dilakukan secara
tunai/kas
ii. Nasabah
setor rupiah/tunai untuk keuntungan rekening giro USD. Sebesar USD 200
iii. Pembelian
bank notes SGD sebesar SGD 1000,
pembayaran dilakukan atas beban rekening giro rupiah nasabah
iv. Pembelian
bank notes HKD sebesar HKD 1000,
pembayaran dilakukan atas beban rekening giro rupiah nasabah.
v. Penjualan
bank notes USD 100, disetor atas
beban rekening tabungan nasabah
b.
Catatan kurs yang terjadi, adalah
sebagai berikut:
Mata Uang Asing
|
Kurs Beli Bank
|
Kurs Jual Bank
|
Kurs Tengah BI
|
USD 1
|
Rp 8.000,-
|
Rp 8.500,-
|
Rp 8.300,-
|
SGD 1
|
Rp 4.900,-
|
Rp 5.100,-
|
Rp 5.000,-
|
HKD 1
|
Rp 1.080,-
|
Rp 1.090,-
|
Rp 1.085,-
|
c.
Catatan kurs untuk penilaian/revaluasi valuta asing sesuai dengan
kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah:
Mata
Uang Asing
|
Kurs
Revaluasi
|
USD 1
|
Rp 8.400,-
|
SGD 1
|
Rp 5.100,-
|
HKD 1
|
Rp 1.084,-
|
7) Jurnal pembukuan atas transaksi di atas
adalah sebagai berikut:
Kurs pembukuan menggunakan kurs tengah
yang ditetapkan Bank Indonesia
a. Menggunakan
sistem single currency
i.
Bank notes (USD 200 x 8300) Rp 1.660.000
Kas rupiah Rp
1.600.000
Pendapatan selisih kurs transaksi Rp 60.000
ii. Kas
rupiah Rp
1.700.00
Giro USD (USD 200 x 8.300) Rp
1.660.000
Pendapatan selisih kurs transaksi Rp 40.000
iii. Bank
notes SGD (SGD 1.000 x 5.000) Rp
5.000.000
Giro rupiah Rp
4.900.000
Pendapatan selisih kurs transaksi
Rp 100.000
iv. Bank
notes HKD (HKD 1.000 x 1.085) Rp 1.085.000
Giro rupiah Rp
1.080.000
Pendapatan selisih kurs transaksi Rp 5.000
v. Tabungan Rp 850.000
Bank notes USD (USD 100 x 8.300) Rp 830.000
Pendapatan selisih kurs transaksi Rp 20.000
b. Menggunakan
sistem multi currency
i.
Bank notes USD 200
Rekening perantara USD USD
200
ii.
Rekening perantara rupiah Rp 1.660.000
Kas rupiah Rp
1.600.000
Pendapatan selisih kurs
transaksi Rp 60.000
iii.
Kas rupiah Rp 1.700.000
Rekening perantara rupiah Rp
1.660.000
Pendapatan selisih kurs
transaksi Rp 40.000
iv.
Bank notes SGD SGD 1.000
Rekening perantara SGD SGD
1.000
Rekening perantara rupiah Rp 5.000.000
Giro rupiah Rp
4.900.000
Pendapatan selisih kurs
transaksi Rp 100.000
v.
Bank notes HKD HKD 1.000
ekening perantara HKD HKD
1.000
Rekening perantara rupia Rp 1.085.000
Giro
rupiah Rp
1.080.000
Pendapatan selisih kurs
transaksi Rp 5.000
vi.
Tabungan Rp
850.000
Rekening perantara rupiah Rp 830.000
Pendapatan selisih kurs
transaksi Rp 20.000
Rekening perantara USD USD 100
Bank notes USD USD
100
8) Kurs pembukuan menggunakan kurs transaksi
bank
a. Menggunakan sistem single currency
i. Bank notes (USD 200 x 8.000) Rp 1.600.000
Kas rupiah Rp
1.600.000
ii. Kas rupiah Rp
1.700.000
Giro USD (USD 2.000 x 8.500) Rp
1.700.000
iii. Bank notes SGD (SGD 1.000 x 4.900) Rp 4.900.000
Giro rupiah Rp
4.900.000
iv. Bank notes HKD (HKD 1.000 x 1.080) Rp 1.080.000
Giro rupiah Rp
1.080.000
v. Tabungan Rp 850.000
Bank notes USD (USD 100 x
8.500) Rp 850.000
b. Menggunakan
sistem multi currency
i.
Bank notes USD 200
Rekening perantara USD USD
200
Rekening perantara rupiah Rp 1.600.000
Kas rupiah Rp
1.600.000
ii. Kas
rupiah Rp
1.700.000
Rekening perantara rupiah Rp
1.700.000
Rekening perantara US USD 200
Giro USD USD
200
iii. Bank
notes SGD SGD
1.000
Rekening perantara SGD SGD 1.000
Rekening perantara rupiah Rp 4.900.000
Giro rupiah Rp
4.900.000
iv. Bank
notes HKD HKD
1.000
Rekening perantara HKD HKD
1.000
Rekening perantara rupiah Rp 1.080.000
Giro rupiah Rp
1.080.000
v. Tabungan Rp 850.000
Rekening perantara rupiah Rp 850.000
Rekening perantara USD USD 100
Bank notes USD USD
100
9) Jurnal pembukuan penilaian/revaluasi valuta asing
a. Kurs pembukuan menggunakan kurs tengah yang
ditetapkan Bank Idonesia
1. Menggunakan single currency
a) Posisi saldo rekening valuta asing adalah
sebagai berikut:
Bank notes USD sebesar USD 100 = Rp 830.000
Bank notes SGD sebesar SGD 1.000 = Rp 5.000.000
Bank notes HKD sebesar HKD 1.000 = Rp 1.085.000
Giro USD sebesar USD 200 = Rp
1.660.000
b) Jurnal pembukuan penilaian/revaluasi:
i. Bank notes USD 100
(USD 100 x 8.400) Rp
840.000
Bank notes USD Rp 830.000
Pendapata selisih kurs
revaluasi Rp 10.000
ii.
Bank notes SGD 1000
(USD 1.000 x 5.100) Rp 5.100.000
Bank notes SGD Rp
5.000.000
Pendapatan selisih kurs revaluasi Rp 100.000
iii.
Bank notes HKD 1000
(USD 1.000 x 1.084) Rp 1.084.000
Kerugian selisih kurs
revaluasi Rp 1.000
Bank notes HKD Rp
1.085.000
iv. Giro USD 200
Giro USD Rp 1.660.000
Kerugian selisih kurs
revaluasi Rp 20.000
Giro
USD (USD 200 x 8.400) Rp
1.680.000
2. Menggunakan multi currency
a) Posisi saldo rekening valuta asing tergambar
dalam table sebagai berikut:
Mata
Uang
|
Saldo
Posisi
|
Rupiah
lama
|
Rupiah
baru
|
R/L
|
USD
|
100
D
|
830.000
D
|
840.000
D
|
10.000
R
|
SGD
|
1.000
K
|
5.000.000
K
|
5.100.000
K
|
100.000
L
|
HKD
|
1.000
K
|
1.085.000
K
|
1.084.000
K
|
1.000
R
|
IDR
|
5.255.000
D
|
5.255.000
D
|
5.255.000
D
|
0
|
|
|
0
|
89.000
D
|
89.000
L
|
b) Jurnal pembukuan penilaian/revaluasi:
Posisi
rupiah Rp 89.000
Pendapatan selisih kurs revaluasi Rp 89.000
b. Kurs
pembukukan menggunakan kurs transaksi bank
1. Menggunakan
single currency
a) Posisi
saldo rekening valuta asing adalah sebagai berikut:
Bank notes USD sebesar
USD 100 =
Rp 750.000
Bank notes SGD sebesar
SGD 1.000 = Rp
4.900.000
Bank notes HKD sebesar
HKD 1.000 = Rp
1.080.000
Giro USD sebesar USD
200 =
Rp 1.700.000
b) Jurnal
pembukuan penilaian/revaluasi:
i.
Bank notes USD 100
(USD
100 x 8.400) Rp
840.000
Bank notes USD Rp 750.000
Pendapata selisih kurs
revaluasi Rp 90.000
ii.
Bank notes SGD 1000
(USD
1.000 x 5.100) Rp 5.100.000
Bank notes SGD Rp
4.900.000
Pendapatan selisih kurs
revaluasi Rp 200.000
iii.
Bank notes HKD 1000
(USD
1.000 x 1.084) Rp
1.084.000
Keuntungan selisih kurs
revaluasi Rp 4.000
Bank notes HKD Rp
1.080.000
iv.
Giro USD 200
Giro USD Rp 1.700.000
Kerugian selisih kurs
revaluasi Rp
20.000
Giro USD (USD 200 x 8.400) Rp 1.680.000
2. Menggunakan
multi currency
a) Posisi
saldo rekening valuta asing tergambar dalam table sebagai berikut:
Mata
Uang
|
Saldo
Posisi
|
Rupiah
lama
|
Rupiah
baru
|
R/L
|
USD
|
100
D
|
950.000
D
|
840.000
D
|
110.000
R
|
SGD
|
1.000
K
|
4.900.000
K
|
5.100.000
K
|
200.000
L
|
HKD
|
1.000
K
|
1.080.000
K
|
1.084.000
K
|
4.000
R
|
IDR
|
5.030.000
D
|
5.030.000
D
|
5.030.000
D
|
0
|
|
|
0
|
314.000
D
|
314.0
|
b)
Jurnal pembukuan penilaian/revaluasi:
Posisi
rupiah Rp 314.000
Pendapatan selisih kurs revaluasi Rp 314.000
4.
Hiwalah
Konsep
Dasar
Sabiq, Sayyid (1987) dalam Sudarsono
(2003:67-68) menjelaskan bahwa kata hiwalah
diambil dari kata tahwil yang berarti
intiqal (perpindahan). Yang dimaksud
di sini adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang (muhil) menjadi tanggungan orang yang
berkewajiban membayar hutan (muhal alaih).
Dalam konsep hukum perdata, hiwalah
adalah serupa dengan lembaga pengambilalihan hutang (schuldoverneming), atau lembaga pelepasan utang atau penjualan
utang (debt sale), atau lembaga
penggantian kredior atau penggantian debitor.
Landasan
Fiqh dan Fatwa DSN tentang Akad Qardh
a. Landasan
Al Hadis
Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dar Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda. “menunda pembayaran bagi orang yang mampu
adalah suatu kedzaliman. Dan, jika salah seorang dari kamu diikuti
(dihawalahkan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah hawalah itu”.
b. Fatwa
DSN tentan akad Hiwalah
Fatwa Nomor
12/DSN-MUI/IV/2000 tentan Hiwalah
merupakan satu-satunya fatwa DSN yang mengatur tentang Hawalah/Hiwalah dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
Pertama
: Ketentuan Umum Hawalah
1. Rukun
Hawalah adalah muhil, yakni orang yang berhutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal, yakni orang yang berpiutang kepada muhil, mihal’alaih, yakni orang yang berhutang kepada muhil dan wajib membayar hutang kepada muhtal, muhal bih, yakni hutang muhil kepada muhtal, dan sighat
(ijab-qabul).
2. Pernyataan
ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
3. Akad
dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara-cara
berkomunikasi modern.
4. Hawalah
dilakukan harus dengan persetujuan muhil,
muhal/muhtal,dan mihal’alaih.
5. Kedudukan
dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas.
Jika transaksi hawalah
telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal’alaih, dan
hak penagihan muahl berpindah kepada muhal’alaih.
Kedua
:
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya
atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
Karakteristik
PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragraph 150 menjelaskan karakteristik hiwalah adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik
dalam bentuk pengalihan piutang maupun hutang, dan jasa pemindahan/pengalihan
dana dari satu entitas kepada entitas lain.
Teknis
perbankan / Lembaga Keuangan Syariah
Sudarsono (2003:68) menjelaskan
tentang ketentuan umum dan teknis penerapan hiwalah
dalam praktik perbankan syariah adalah sebagai berikut:
1)
Dalam praktek perbankan syariah,
fasilitas hiwalah lazimnya membantu supplier mendapatkan modal
tunai agar dapat melanjutkan usahanya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa
pemindahan piutang.
2)
Untuk mengantisipasi risiko kerugian
yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang
berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang
berutang.
3)
Karena kebutuhan supplier akan
likuiditas maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutang. Bank akan
menerima pemabayaran dari pemilik proyek.
Pengakuan
dan pengukuran pinjaman qardh
PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragraph 151 menjelaskan pengakuan dan pengukuran transaksi
hiwalah sebagai kegiatan bank syariah berbsis imbalan sebagai berikut :
“
Pendapatan dan beban yang berkaitan dengan jangka waktu diakui selama jangka
waktu tersebut. Pendapatan dan beban yang tidak berkaitan dengan jangka waktu
diakui pada saat terjadinya transaksi dalam periode yang bersangkutan”.
Aplikasi
dan ilustrasi
PT Mentari sebagai distributor tetap PT.
Mataram memiliki tagihan sebesar Rp 30.000.000 yang akan jatuh tempo 3 bulan
mendatang. PT Mentari ingin mengalihkan piutang tersebut kepada Bank Syariah
Arrania mengingat PT Mentari selama ini
telah menjadi nasabah giro Bank Syariah Arrania. Kontrak jual beli antara PT
Mentari dengan PT Mataram serta invoice asli untuk penagihan desertakan sebagai
bukti adanya piutang PT Mataram kepada PT Mentari.
Hanum sebagai pimpinan cabang Bank
Syariah di Batam telah menganalisis bahwa piutang tersebut tidak beresiko
karena kebenaran kontrak jual beli kedua belah pihak telah diperiksa oleh
Hannum. Dia kemudian menyetujui untuk memberikan fasilitas Hiwalah kepada PT
Mentari dengan biaya administrasi sebesar Rp 1.500.000
Berikut
merupakan jurnal yang dibuat oleh bank Syariah Arrania untuk merealisasikan
akad tersebut :
a.
Pada saat realisasi piutang hiwalah
Piutang
Hiwalah 30.000.000
Kas / Rek. PT Mentari 30.000.000
b.
Pada saat mengakui pendapatan hiwalah
Kas
/ Rek PT Mentari 30.000.000
Pendapatan jasa hiwalah 30.000.000
c.
Pada saat PT Mentari mengembalikan
piutang hiwalah
Kas
/ Rek PT Mentari 30.000.000
Piutang hiwalah 30.000.000
5.
Rahn
Konsep
Dasar
Rahn adalah menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atau pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana atau
singkat rahm adalah jaminan atau gadai. Tujuan rahn adalah untuk memberi jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberi pembiayaan. Kriteria nasabah Rahn sebagai
berikut :
a.
Milik
nasabah sendiri
b.
Jelas
ukuran sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar
c.
Dapat
dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Rukun Rahn
1. Shighat (ijab dan qabul)
2. Al-‘aqidan (dua orang yang melakukan akad Ar-rahn),
yaitu pihak yang mengagunkan (ar-rahin) dan yang menerima agunan (al-murtahin)
3. Al-ma’qud ‘alaih (yang menjadi objek akad), yaitu barang yang
diagunkan (almarhun)
dan utang (al-marhun
bih).
Landasan
Fiqh dan Fatwa DSN tentang Akad Qardh
a.
Al Quran
dan Al Hadis
b.
Fatwa
DNS tentang Akad Rahm
1) Fakwa DNS No. : 25/DNS-MUI/III/2002 tentang
rahm : yang bberisi ketentuan-ketentuan
yang pertama tentang hokum dan yang kedua tentang ketentuan umum
2) Fatwa DNS No: 26/DNS-MUI/III/2002 tentang Rahm
Emas
Teknis
perbankan / Lembaga Keuangan Syariah
1) Melalui bank, Nasabah dapat menggunakan barang
tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang
digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak/cacat, maka nasabah harus
bertanggungjawab.
2) Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat
melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim.
3) Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang
tersebut denga seizing bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajiban, maka
kelebihan tersebut menjadi milik nasabah.
4) Bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari
kewajibannya, nasabah menutupi kekurangannya.
Pengakuan
dan pengukuran pinjaman qardh
PSAK nomor 59
tentang Akuntansi Perbankan Syariah dan PSAK Syariah belum mengatur tentang
transaksi rahm sehingga penulis menggunakan asumsi sederhana untuk menjelaskan
logika jurnal dalam transaksi rahm berdasarkan pedoman dari Tim Pengembangan
perbankan Syariah IBI.
Aplikasi
dan ilustrasi
Ibu Ratna sebagai
ibu rumah tangga memerlukan biaya mendesak dalam menghadapi tahun ajaran baru.
Untuk itu Bu Ratna bersedia untuk menggadaikan cincin emasnya. Bu ratna meminta
fasilitas pada cabang Bank Syariah Indonesia terdekat. TErdapat 5 buah cincin
yang akan digadaikan berkadar 18 karat dengan berat 12,2 gram. Oleh petugas
Bank Syariah dinilai seharga Rp 700.000,- dan Bank Syariah bersedia memberikan
pinjaman senilai Rp 550.000,-. Pinjaman itu berlaku 4 bulan dengan biaya
penyimpanan Rp 10.000,- dan biaya asuransi Rp 5.000,- . sekirannya sampai
tanggal jatuh tempo Bu Ratna tidak bias melunasi maka dengan seizing Bu Ratna
Bank Syariahakan menjual jaminan barang tersebut. Jika harga jualnya melebihi
pinjaman maka kan dikembalikan kepada Bu
ratna.
Jurnal :
a. Pada saat mencairkan dana rahm
Piutang rahm Rp
550.000,-
Kas Rp
550.000,-
b. Pada sat menerima biaya penyimpanan
Kas Rp
10.000,-
Pendapatn Rahm Rp 10.000,-
c. Pada saat menerima biaya asuransi
Kas Rp
5.000,-
Rekening Asuransi Rp 5.000,-
d. Pada saat pelunasan pinjaman
Kas Rp 5.000,-
6.
Wakalah
Konsep
Dasar
Wakalh adalah pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang sebagai pihak pertama kapada orang lain sebagai pihak kedua dalam
hal-hal yang diwakilkan. Pihak kedua hanya melaksanakan bsesuatu sebatas kuasa
atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, maka semua resiko dan tanggung
jawab dilaksanakannya perintah tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak
pertama atau pemberi kuasa. Rukun wakalah :
1)
Adanya
pihak yang mewakili (muwakil)
2)
Adanya
pihak yang mewakili (wakil)
3)
Adanya
obyek/urusan/tugas yang diserahkan (taukil)
4)
Adanya
akad (kesepakatan) kedua belah pihak
Landasan
Fiqh dan Fatwa DSN tentang Akad Qardh
c.
Al Quran
dan Al Hadis
d.
Fatwa
DNS tentang Akad wakalah
Fatwa Nomor 10/DNS-MUI/IV/2000 menjelaskan
tentang :
ü Pertama : Ketentuan Umum Wakalah
1.
Pernyataan
ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak.
2.
Wakalah
dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
ü Kedua : Rukun dan Syarat Wakalah
1.
Syarat-syarat
muwakil (yang mewakilkan)
a.
Pemiik
yang sah dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
b.
Orang
mukallaf atau anak mumayyis dalam batasan-batasan tertentu, yakni dalam hal-hal
yang bermanfaat baginya seperti mewakikan untuk menerima sedekah dan
sebagainya.
2.
Syarat-syarat
wakil (yang mewakili)
a.
Cakap
hokum
b.
Dapat
mengerjakan tugas yang diwakilkan kedapanya
c.
Wakil
adalah orang yang diberi amanat
3.
Hal–hal
yang diwakilkan
a.
Diketahui
dengan jelas oleh orang yang mewakili
b.
Tidak
bertentangan dengan Syariah Islam
c.
Dapat
diwakilkan menurut syariah Islam. Manfaat barang atau jasa harus bias dinilai
dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
Karakteristik
PSAK Nomor 59
tenteng Akuntansi Perbankkan Syariah paragraph 150 menjelaskan karakteristik
wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberian kuasa/nasabah)
kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas
nama pemberian kuasa.
Teknis
perbankan / Lembaga Keuangan Syariah
1) Kliring adalah proses penagihan warkat-warkat
bank yang dilakukan oleh bank-bank didalam suatu wilayah kliring tertentu untuk
prnyelesaian transaksi antar nasabah mereka.
2) Inkaso adalah proses penegihan warkat-warkat
bank yang dilakukan oleh bank-bnak yang berada diluar wilayah kliring untuk
penyelesaian transaksi antar nasabah mereka.
3) Transfer dalam negeri maupun luar negeri yaitu
transaksi kiriman uang anatar bank baik dalam negeri maupun luar negeri untuk
kepentingan nasabah maupun pihak bank sendiri.
4) Commercial documentary collection yaitu
transaksi yang berkaitan dengan jasa penagihan atas dolumen-dokumen ekspor
impor sehubungan dengan pembukuan letter of credit.
5) Financial documentary collection ayitu jasa penagihan yang diberikan bank
kepada nasabah atas warkat-warkat yang terikat di bank lain untuk kepentingan
nasabah.
Pengakuan
dan pengukuran pinjaman qardh
“Pendapatan dan
beban yang berkaitan dengan jangka waktu diakui selama jangka waktu tersebut.
Pendapatan dan beban yang tidak berkaitan dengan jangka waktu diakui pada saat
terjadinya transaksi dalam periode yang bersangkutan”. (PSAK nomor 59 paragraf
151 tentang Akuntansi Syariah)
Aplikasi
dan ilustrasi
Rasyida Hanum telah
menjadi nasabah tabungan mudharabah Bank Syariah Arriania selama 5 tahun. Saldo
pada tanggal 1 Agustus 2008 adalah sebesar Rp 10.525.000,-. Pada tanggal
tersebut Rasyuida Hanum bermaksud melakukan transfer melalui ATM bersama dari
rekeningnya ke reking adiknya di Bank Syariah Yumma sebesar Rp 5.000.000,-.
Bank Syariah Arriania menginformasikan bahwa transfer antar bank dikenakan
biaya Rp 5.000,- yang dibebankan melalui autodebet rekeningnya. Rasyida hanum
setuju dengan ketentuan tersebut dan segera melakukan transfer. Jurnal
penerimaan yang dicatat oleh Bank Syariah Arriania adalah
Rekening Rasyida Harum Rp 5.000,-
Pendapatan jasa Wakalah Rp 5.000,-
7.
Kafalah
Konsep Dasar Kafalah
Tim Pengembangan
Perbankan Syariah IBI (2001:239) menjelaskan bahwa kafalah merupakan jaminan
yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka
memenuhi kewajiban yang ditanggung (makfulanhu) apabila pihak yang ditanggung
cidera janji atau wanprestasi.
Dengan
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang
dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan.
Landasan Fiqih dan Fatwa DSN tentang
Akad Kafalah
a.
Landasan Al-Quran dan Al-Hadits
1.
Al-Quran
“Penyeru-penyeru itu berseru: Kami
kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya”.
(QS.Yusuf (12):72)
2.
Al-Hadits
“Telah
dihadapkan kepada Rasulullah SAW (mayat seorang laki-laki untuk disholatkan).
Rasulullah SAW bertanya: Apakah dia mempunyai warisan? Para sahabat menjawab
tidak dan Rasulullah bertanya lagi: Apakah dia mempunyai utang? Kemudian
sahabat menjawab: Ya, sejumlah tiga dinar. Rasulullah pun menyuruh pada sabahat
untuk menshalatkan (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu bertanya:
Saya menjawab utangnya, ya Rasulullah, maka Rasulullah pun menshalatkan mayat
tersebut” (HR Bukhari))
b.
Fatwa DSN tentang Akad Kafalah
Fatwa Nomor 11 DSN-MUI/IV/2000 tentang
Kafalah merupakan satu-satunya fatwa DSN yang mengatur tentang Kafalah dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pertama:
Ketentuan Umum Kafalah
1.
Pertanyaan ijab dan qabul hars
dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad).
2.
Dalam akad kafalah, penjamin dapat
memberi imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
3.
Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat
dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Kedua: Rukun dan Syarat Kafalah
1.
Pihak Penjamin (Kafiil)
a.
Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b.
Berhak penuh untuk melakukan tindakan
hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah
tersebut.
2.
Pihak Orang yang Berhutang (Ashiil,
Makfuul’anhu)
a.
Sanggup menyerahkan tanggungannya
(piutang) kepada penjamin.
b.
Dikenal oleh penjamin.
3.
Pihak Orang yang Berhutang (Makfuul
Lahu)
a.
Diketahui identitasnya.
b.
Dapat hadir dalam waktu akad atau
memberikan kuasa.
c.
Berakal sehat.
4.
Objek Penjaminan (Makful Bihi)
a.
Merupakan tanggungan pihak/orang yang
berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
b.
Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c.
Harus merupakan piutang mengikat
(lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar ata dibebaskan.
d.
Harus jelas nilai, jumlah dan
spesifikasinya.
e.
Tidak bertentangan dengan syari’ah
(diharamkan).
Karakteristik
PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragraf 150 menjelasakan karakteristik Kafalah adalah akad
pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful
(penerima jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu
kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan. Kafalah dapat digunakan untuk
pemberian jasa bank, antara lain, garansi bank, standby L/C, pembukaan L/C
impor, akseptasi, endosemen, dan aval.
Teknis
perbankan / Lembaga Keuangan Syariah
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI
(2001:239) menjelaskan bahwa secara teknis perbankan, dalam transaki kafalah,
dapat diaktakan bahwa pihak bank dalam hal ini memberikan jaminan kepada
nasabahnya sehubungan dengan kontrak kerja/perjanjian yang tealah disepakati
antara nasabah dengan pihak ketiga. Pada hakikatnya pemberian kafalah ini akan
memberikan kepastian dan keamanan bagi pihak ketiga untuk melaksanakan ini
perjanjian atau kontrak yang telah disepakati tanpa khawatir apabila terjadi
sesuatu dengan nasabah sehingga nasabah cidera janji untuk memenuhi prestasinya.
Jenis-jenis
Kafalah:
a.
Kafalah
al munjazah
Adalah jaminan yang
diberikan secara mutlak tanpa adanya pembatasan waktu tertentu dan digunakan
untuk menjamin pihak ketiga agar pihak kedua (nasabah) melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan kesepakatan mereka.
b.
Kafalah
bit taslim
Adalah jaminan yang
diberikan dalam rangka menjamin pengembalian atas barang yang disewa pada saat
berakhirnya masa sewa sesuai denga kesepakatan.
c.
Kafalah
bin nafs
Adalah semacam jaminan
yang diberikan dikaitkan dengan kredibilitas dan performance sesorang, yang
dapat dijadikan sebagai dasar bagi bank untuk menyalurkan kredit/pembiayaan
kepada nasabahnya.
d.
Kafalah
bin maal
Adalah jaminan yang dikeluarkan
sehubungan dengan pembayaran atas pembelian barang tertentu atau untuk
keperluan pelunasan utang. Dengan adanya jaminan ini maka akan membantu
memperlancar transaksi jual beli secara tunai maupun kredit, karena dalam hal
ini pihak penjual merasa mendapat perlindungan dan kepastian pembayaran.
Pengakuan
dan pengukuran pinjaman qardh
PSAK Nomor 50 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah paragraf 151 menjelaskan pengakuan dan pengukuran transaksi
kafalah sbagai kegiatan bank syariah berbasis imbalan sebagai berikut:
“Pendapatan dan beban
yang berkaitan dengan jangka waktu diakui selama jangka waktu tersebut.
Pendapatan dan beban yang tidak bekaitan dengan jagka waktu diakui pada saat
terjadinya transaksi dalam periode yang bersangkutan.”
Aplikasi
dan ilustrasi paragraf 150
PT. Syafaat Medis memiliki deposito
mudharabah di Bank Syariah AMWALUNA sebesar Rp1.000.000.000- yang akan jatuh
tempo pada tanggal 31 Januari 2009. Pada tanggal 10 Februari 2008 PT syafaat
Media mengajukan pembiayaan di bank
Syariat IQITISADUNA untuk membangun kantor baru dengan nilai pembiayaan Rp.
1.500.000.000,-. Untuk kepentingan tersebut, PT Syafaat Media meminta bank
Syariah AMWALUNA menjamin pembiayaannya di Bank Syariah IQTISADUNA dengan dasar
kepemilikan deposito di Bank Syariah AMWALUNA. Setelah dilakukan analisis bank
Syariah AMWALUNA setuju menjamin pembiayaan yang diminta PT Syafaat Media
dengan meminta pendapatan jasa atas administrasi pengurusan jaminan sebesar Rp.
25.000.000,-. Atas transaksi kafalah tersebut bank Syariah AMWALUNA mencatat
pendapatan tesebut dalam jurnal sebagai berikut:
Kas/rekening PT. Syafaat Media Rp.5.000,-
Pendapatan jasa
Kafalah Rp.5.000,-
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Transaksi
jasa-jasa syariah merupakan akad pelengkap di lembaga keuangan Syariah.
Akad-akad berbasis jasa biasanya digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan
nasabah atau konsume akan jasa keuangan yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh
nasabah tersebut. Jasa-jasa keuangan tersebut merupakan sumber pendapatan lembaga
keuangan selain kegiatan operasi utama. Akad-akad jasa syariah berbasis imbalan
antara lain Wadiah, Qardh, Sharf,
Hiwalah, Rahn, Wakalah, dan Kafalah.