BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Balanced Scorecard
Konsep Balanced Scorecard adalah pendekatan terhadap
strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business
School) and David Norton pada awal tahun 1990. Balanced Scorecard berasal dari
dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced
(berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan
non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara
performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan
scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor
performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor
yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Balanced
Scorecard adalah
sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan secara
ekstensif dalam bisnis dan industri, pemerintah, dan organisasi nirlaba di
seluruh dunia untuk kegiatan usaha untuk menyelaraskan visi dan strategi
organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan memantau
kinerja organisasi terhadap strategis tujuan. Itu berasal oleh Drs.
Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton sebagai kerangka
pengukuran kinerja yang strategis menambahkan non-ukuran kinerja keuangan
tradisional metrik keuangan untuk memberikan para manajer dan eksekutif yang
lebih 'seimbang' pandangan kinerja organisasi. Sementara frase balanced
scorecard diciptakan pada awal tahun 1990-an, akar dari jenis ini pendekatan
yang mendalam, dan termasuk karya perintis General Electric pada pengukuran
kinerja pelaporan di tahun 1950-an dan pekerjaan proses Perancis insinyur (yang
menciptakan Tableau de Bord - secara harfiah, sebuah "dashboard"
ukuran kinerja) di bagian awal abad ke-20.
Balanced Scorecard telah berevolusi dari
awal digunakan sebagai kerangka pengukuran kinerja yang sederhana untuk penuh
perencanaan strategis dan sistem manajemen. Yang "baru" scorecard
seimbang mentransformasikan organisasi rencana strategis dari menarik tetapi
pasif dokumen ke dalam "berbaris perintah" untuk organisasi
sehari-hari. Menyediakan kerangka kerja yang tidak hanya menyediakan pengukuran
kinerja, tetapi membantu perencana mengidentifikasi apa yang harus dilakukan dan
diukur. Ini memungkinkan para eksekutif untuk benar-benar melaksanakan strategi
mereka.
Pendekatan baru ini manajemen strategis
pertama kali rinci dalam serangkaian artikel dan buku oleh Drs. Kaplan dan
Norton. Mengenali beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan
manajemen sebelumnya, pendekatan scorecard yang seimbang memberikan resep yang
jelas mengenai apa yang harus perusahaan untuk mengukur 'keseimbangan'
perspektif keuangan. Seimbang Scorecard adalah sebuah sistem manajemen (bukan
hanya suatu sistem pengukuran) yang memungkinkan organisasi untuk menjelaskan
visi dan strategi mereka dan menerjemahkannya ke dalam tindakan. Menyediakan
umpan balik di sekitar kedua proses bisnis internal dan eksternal hasil dalam
rangka untuk terus meningkatkan kinerja dan hasil strategis. Ketika sepenuhnya
dikerahkan, Balanced Scorecard mentransformasikan perencanaan strategis dari
latihan akademis ke pusat saraf suatu perusahaan.
Kaplan dan Norton menggambarkan inovasi
yang seimbang scorecard sebagai berikut:
"The Balanced Scorecard tetap mempertahankan
ukuran keuangan tradisional. Tapi ukuran finansial menceritakan peristiwa masa
lalu, cerita yang memadai untuk usia industri perusahaan yang investasi dalam
jangka panjang kemampuan dan hubungan dengan pelanggan tidak penting untuk
kesuksesan. Ukuran finansial ini tidak memadai, namun , untuk menuntun dan
mengevaluasi perjalanan perusahaan abad informasi yang harus membuat untuk
menciptakan nilai masa depan melalui investasi pada pelanggan, pemasok,
karyawan, proses, teknologi, dan inovasi. "
2.2 Keunggulan
Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya balanced scorecard telah banyak
membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. Balance scorecard memiliki
beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen tradisional.Strategi
manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja
dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible,
namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible
juga berperan dalam kemajuan organisasi. balanced scorecard menjawab kebutuhan
tersebut melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat
perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan balanced scorecard dalam sistem
perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana
strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2)
koheren, (3)seimbang dan (4) terukur
2.3 Empat
Perspektif Balanced Scorecard
2.3.1 Perspektif Finansial
Dalam
pembentukan sebuah BSC seharusnya akan mendorong unit bisnis untuk mengaitkan
tujuan keuangan dengan strategi korporasi. Tujuan keuangan menjadi fokus tujuan
dan ukuran di semua perspektif BSC lainnya. Setiap ukuran terpilih harus
merupakan bagian hubungan sebab akibat yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan kinerja keuangan. BSC harus menjelaskan strategi perusahaan,
dimulai dari keuangan jangka pendek, kemudian mengaitkannya dengan berbagai
urutan tindakan yang harus diambil berkenaan dengan proses keuangan, pelanggan,
proses internal, dan para pekerja serta sistem untuk menghasilkan kinerja
ekonomis jangka panjang yang diinginkan perusahaan.
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti
laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam
perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat
menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan
perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000). Balanced
Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada
keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja
perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian
visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi
dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga
meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan
sehingga meningkatkanlaba (melalui
peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk
menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau
melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran
finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua
perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi
dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi
dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai
dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis
terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest),
di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang
berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini
diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi
bisnis tersebut. Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan
mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan,
membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada
sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya
hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan
pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur
persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di
pasar sasaran.
Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di
mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau
melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang
mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah
untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap
yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan
berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah
untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
Menurut
Kaplan, dalam setiap strategi pertumbuhan, bertahan, dan menuai, ada tiga tema
keuangan yang mendorong penetapan strategi bisnis:
·
Bauran dan pertumbuhan
pendapatan
·
Penghematan biaya/peningkatan
produktifitas
·
Pemanfaatan
aktiva/strategiinvestasi
Bauran
dan pertumbuhan pendapatan mengacu berbagai usaha untuk memperluas penawaran
produk dan jasa, menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk
dan jasa kearah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta penetapan
ulang harga produk dan jasa. Tujuan penghematan biaya dan penigkatan
produktifitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan biaya dan penigkatan
produktifitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan biaya langsung produk dan
jasa, mengurangi biaya tidak langsung, dan pemanfaatan bersama berbagai
sumberdaya perusahaan. Untuk tema pemanfaatan aktiva, apra manajer berusaha
untuk mengurangi tingkat modal kerja yang dibutuhkan untuk mendukung volume dan
bauran bisnis tertentu. Mereka juga berusaha untuk lebih memanfaatkan basis
aktiva tetap, dengan mengarahkan berbagai bisnis baru kepada sumber daya
perusahaan yang saat ini belum dignakan dengan kapasitas penuh, menggunakan
secara lebih efisien sumber daya yang langka, dan melepas aktiva yang tidak
memberikan pengembalian yang memadai sebesar nilai pasarnya. Semua tindakan ini
memungkinkan setiap unit bisnis untuk memperbesar tingkat pengembalian aktiva
finansial dan fisik perusahaan.
Factor
pendorong tujuan finansial untuk ketiga strategi bisnis dan ketiga tema
finansial ini dapat dilihat dalam peraga
Peraga mengukur Tema Keuangan Strategis
|
|
Tema Strategi
|
||
|
|
Bauran
dan pertumbuhan pendapatan
|
Penghematan
Biaya/peningkatan Produktivitas
|
Pemanfaatan
Aktiva
|
Strategi unit bisnis
|
Pertumbuhan
|
|
Pendapatan/pekerjaan
|
Investasi
(persentase penjualan
Pengembangan
(persentase penjualan)
|
Bertahan
|
|
Biaya
perusahaan sendiri vs competitor
Tingkat
penghematan biaya beban tak langsung
(persentase
penjualan)
|
Rasio
modal kerja (sikkus kas ke kas0
ROCE
berdasarkan kategori aktiva kunci
Tingkat
pemanfaatan aktiva
|
|
Manuai
|
Profitabilitas
lini pelanggan dan produk
Persentase
pelanggan yang tidak menguntungkan
|
Biaya
unit (per unit output, pertransaksi)
|
Pengembalian
(payback) Troughput
|
2.3.2
Perspektif
Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu
menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau
badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk
mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target
finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja
keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan
menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan
mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk
lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati
atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan).
Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan
segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan
sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan,
yaitu:
a. Kelompok pengukuran inti (core measurement
group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana
perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan,
mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan.
Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa
pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan
yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
b.
Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial
yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat
menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan
perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi
pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan
perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan
kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
-
Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas
produk.
-
Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada
pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana
perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang
bersangkutan.
-
Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi
perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau
membeli produk.
2.3.3 Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses bisnis internal, para
eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai
dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk:
a. memberikan preposisi nilai yang akan menarik
perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran,
b. memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi
para pemegang saham.
Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada
berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan
dan pencapaian tujuan finansial perusahaan. Perspektif proses bisnis internal
mengungkapkan dua perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan
tradisional dengan pendekatan Balanced Scorecard. Perbedaan yang pertama
adalah, bahwa pendekatan tradisional berusaha memantau dan meningkatkan proses
bisnis yang ada saat ini. Pendekatan ini mungkin melampaui ukuran kinerja
finansial dalam hal pemanfaatan alat ukur yang berdasar kepada mutu dan waktu.
Tetapi semua ukuran itu masih berfokus pada peningkatan proses bisnis saat ini.
Sedangkan pendekatan pada umumnya akan scorecard
mengidentifikasi berbagai proses baru yang harus dikuasai dengan baik oleh
perusahaan agar dapat memenuhi berbagai tujuan pelanggan dan finansial. Sebagai
contoh, sebuah perusahaan mungkin menyadari perlunya mengembangkan suatu proses
untuk mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau memberikan layanan yang dinilai
tinggi oleh pelanggan sasaran.
Tujuan proses bisnis internal Balanced Scorecard
akan menyoroti berbagai proses penting yang mendukung keberhasilan strategi
perusahaan tersebut, walaupun beberapa di antaranya mungkin merupakan proses
yang saat ini sama sekali belum dilaksanakan. Perbedaan yang kedua adalah
pendekatan Balanced Scorecard memadukan berbagai proses inovasi ke dalam
perspektif proses bisnis internal, sedangkan sistem pengukuran kinerja
tradisional berfokus kepada proses penyampaian produk dan jasa perusahaan saat
ini kepada pelanggan saat ini. Sistem tradisional digunakan dalam upaya untuk
mengendalikan dan memperbaiki proses saat ini yang dapat diumpamakan sebagai
“gelombang pendek” penciptaan nilai.
Gelombang pendek penciptaan nilai dimulai dengan
diterimanya pesanan produk (atau memproduksi, menyerahkan, dan memberikan
produk dan layanan kepada pelanggan dengan biaya di bawah harga yang dibayar
oleh pelanggan. Sedangkan perspektif proses bisnis internal Balanced Scorecard
terdiri atas tujuan dan ukuran bagi siklus gelombang panjang inovasi maupun
siklus gelombang pendek operasi. Yang dimaksud dengan proses inovasi “gelombang
panjang” penciptaan nilai adalah proses penciptaan produk dan jasa yang sama
sekali baru untuk memenuhi kebutuhan yang terus tumbuh dari pelanggan
perusahaan saat ini dan yang akan datang. Oleh karena itu, kemampuan mengelola
dengan sukses proses jangka panjang pengembangan produk atau pengembangan
kapabilitas untuk menjangkau kategori pelanggan yang baru lebih penting
daripada kemampuan mengelola operasi saat ini secara efisien, konsisten, dan
responsif.
Perspektif proses bisnis internal
menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value
proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar
yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial
retums (Simon,1999). Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses
penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton
(1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
a. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan
proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar
proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen,
yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan
produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari
perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat
tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan
bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada
proses penelitian dan pengembangan. Identifikasi yang
dilakukan adalah berapa besarnya pangsa pasar, kebutuhan pelanggan,
tingkat harga yang ditargetkan pada produk tersebut.
Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang mendapat perhatian
dibandingkan dengan pengukuran dalam proses operasi. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal yaitu: pertama, beberapa dekade yang lampau ketika badan usaha mulai
berkembang, pusat perhatian badan usaha ada pada proses manufaktur bukannya
proses litbang (penelitian dan pengembangan) dan yang kedua, tidak ada hubungan
yang pasti antara input yang dipergunakan dalam litbang dengan output yang
dihasilkannya.
Output yang dihasilkan
oleh litbang membutuhkan waktu yang lama untuk benar-benar menghasilkan uang
bagi badan usaha. Secara umum, upaya-upaya untuk pengukuran kinerja litbang
yang baku biasanya dipusatkan pada tiga indikator yaitu: hasil secara teknis,
keuntungan penjualan atau keuntungankeuangan lainnya yang diperkirakan dari
bagian litbang dan penilaian tentang keberhasilan masing-masing proyek. Tolok
ukur yang berusaha mengaitkan keuntungan keuangan lainnya dengan litbang dalam
mengukur proses inovasinya adalah:
· prosentase
penjualan yang berasal dari produkbaru
· prosentase
penjualan produk yang masih memiliki paten dibandingkan produk yang diproduksi
oleh pesaing.
· Pengenalan
produk baru dibandingkan dengan produk pesaing
· Kemampuan
proses manufaktur, dan
· Waktu
untuk mengembangkan produk generasi selanjutnya.
b. Proses operasi
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan,
mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke
pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan
secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus
utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
c. Pelayanan purna jual
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini merupakan
layanan yang diberikan kepada konsumen setelah menikmati manfaat dari produk,
hal tersebut dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak dan yang
dikembalikan, serta proses pembayaran seperti admisnistrasi kartu kredit.
2.3.4 Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Perspektif inimenyediakan infrastruktur
bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan
pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat
melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa,
tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia,
sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis
internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada
dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka
suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan,
yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata
ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal
perusahaan,yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
Kapabilitas pekerja adalah merupakan
bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas
pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja, merupakan
prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan
pelayanan kepada konsumen.Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah
keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk
mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan
inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja, merupakan kemampuan
untuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui
pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan.Jadi, keluamya
seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada
intellectual capital dari perusahaan.Retensi pekerja diukur dengan persentase
turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja, merupakan
hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi,
proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan
output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk
menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk
kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat
ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong
timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja
yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah
jumlah saran yang diberikan pekerja
2.4 Implementasi
Balanced Scorecard Pada Organisasi Pemerintah
Pemerintah
seyogyanya menjembatani kesenjangan antara ekspektasi publik atau kebutuhan
sosial dan penyerahan pelayanan publik yang diberikannya. Organisasi pemerintah
merupakan sistem penyerahan pelayanan publik (public service delivery system)
kepada masyarakat. Terdapat perbedaan-perbedaan perspektif balanced scorecard
yang diterapkan pada organisasi bisnis yang berorientasi keuntungan (private
sector) dan yang diterapkan pada organisasi pemerintah yang berorientasi
pelayanan public (public sector), seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut
:
Perspektif
|
Organisasi
Swasta/Bisnis (Private Sector)
|
Organisasi Pemerintah
(Public Sector)
|
Finansial/Efisiensi
Operasional
|
Bagaimana kita melihat/ memandang dan
memberikan nilai kepada pemegang saham?
|
Bagaimana kita melihat/ memandang dan
memberikan nilai kepada masyarakat dan atau pembayar pajak?
|
Pelanggan
|
Bagaimana pelanggan melihat atau
memandang dan mengevaluasi kinerja kami?
|
Bagaimana orang-orang yang menggunakan
jasa/pelayanan publik memandang dan mengevaluasai kinerja kami?
|
Pembelajaran dan Pertumbuhan
|
Dapatkah kita
melanjutkan untuk meningkatkan dan menciptakan nilai kepada pelanggan,
pemegang saham, karyawan, manajemen serta organisasi?
|
Dapatkah kita melanjutkan untuk
meningkatkan dan menciptakan nilai untuk masyarakat/pembayar pajak, aparatur
dan pejabat pemerintah, organisasi pemerintah dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholder)
|
Proses dan
Produk
|
Apa yang harus
diunggulkan dari proses dan produk kami?
|
Apakah program-program pembangunan
yang dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil sesuai dengan yang
diinginkan/diharapkan?
|
Dalam
penerapan Balanced Scorecard pada organisasi pemerintah memerlukan beberapa
penyesuaian, karena:
1.
Fokus
utama sektor publik adalah masyarakat (publik) dan kelompok-kelompok tertentu
(interest groups), sedangkan fokus utama sektor bisnis adalah pelanggan dan
pemegang saham.
2.
Tujuan
utama organisasi publik adalah bukan maksimalisasi hasil-hasil finansial, tetapi
keseimbangan pertanggungjawaban finansial (anggaran) melalui pelayanan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) sesuai visi dan misi organisasi
pemerintah.
3.
Mendefinisikan
ukuran dan target dalam perspektif customer/stakeholder membutuhkan pandangan
dan kepeduliaanyang tinggi sebagai konsekuensi dari peran kepengurusan
organisasi pemerintah dan membutuhkan definisi yang jelas serta hasil strategis
yang diinginkan.
Ø Perspektif
Pelanggan
Manajer pemerintahan harus mengetahui apakah pelayan
publik yang mereka berikan telah memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai warga
negara dan pembayar pajak. Mereka harus menentukan jawaban atas pertanyaan:
Apakah
organisasi pemerintah telah memberikan pelayanan publik yang sesuai dengan
kebutuhan dan ekspektasi rasiona masyarakat?
Ø Perspektif
Finansial
Manajer pemerintahan harus berfokus pada pemenuhan
kebutuhan pelayanan publik dalam cara-cara yang efisien. Mereka harus menjawab
pertanyaan:
Apakah
pelayanan publik diberikan pada tingkat biaya yang kompetitif dan efisien?
Ø Perspektif
Proses Internal
Manajer pemerintahanharus berfokus pada
operasi-operasi kritis yang memungkinkan mereka mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Manajer harus menjawab pertanyaan:
Dapatkah
organisasi pemerintah meningkatkan pelayanan publik melalui pengubah cara
(metode) pelayanan?
Ø Proses
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kemampuan suatu organisasi pemerintah meningkatkan
dan memenuhi kebutuhan masyaraka berkaitan secara langsung dengan kemampuan
karyawan (sumberdaya manusia) untuk memenuhi permintaan masyarakat itu. Manajer
pemerintahan harus menjawab pertanyaan:
Apakah organisasi
pemerintah mempertahankan teknologi dan pelatihan karyawan untuk peningkatan
terus menerus?
Agar organisasi
pemerintah (publik) dapat berhasil mengembangkan balanced scorecard sebagai
suatu sistem manajemen kinerja pemerintahan, kepala pemerintahan perlu
memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Menciptakan atau memberdayakan suatu
dewan di tingkat kota madya yang disebut dewan kota yang membantu
mengidentifikasi sasaran organisasi pemerintah.
2.
Mengimplementasikan
infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan membantu organisasi
pemerintah dalam memikirkan dan mencapai perencanaan strategis jangka panjang.
3.
Meningkatkan
transparansi data, informasi dan indikator kinerja kunci (key performance
indicators). Membuat laporan dan ukuran yang mudah dan selalu tersedia untuk
diketahui oleh publik (masyarakat). Menciptakan web site yang berisi semua data
dan informasi tentang pemerintah dari berbagai organisasi pemerintah, yang
terbuka untuk diakses oleh publik.
4.
Berfokus
pada hasil-hasil. Organisasi pemerintah seyogianya menyeimbangkan hasil jangka
pendek dan sasaran jangka panjang serta memberikan perhatian penuh kepada
ukuran kinerja yang saling berkaitan dengan hal itu.
5.
Berfokus
pada balas jasa dan pengakuan berbasis evaluasi kinerja tim. Balas jasa dan
pengakuan seyogianya didasarkan pada pencapaian kinerja tim kerja sama. Balas
jasa harus berbasis pada tim, bukan pada individual. Dengan demikian, manajemen
pemerintahan harus berfokus pada evaluasi kinerja tim.
6.
Berfokus
pada indikator kinerja kunci (key performance indikator). Mengembangkan
indikator kinerja kunci yang saling berkaitan dalam empat perspektif balanced
scorecard agar mampu mengukur kesuksesan pencapaian tujuan strategis
berdasarkan program-program pemerintah.
7.
Mengembangkan
kerangka kerja antar pemerintah dari sistem perencanaan dan pengukuran.
8.
Menunjuk
seorang atau beberapa orang pemenang yang berada dalam organisasi pemerintahan
itu untuk menggerakkan dan mengendalikan ide-ide dan dukungan terintegrasi dari
perencanaan dengan penetapan sasaran realistis, pengukuran kinerja, dan balas
jasa serta pengakuan berdasarkan evaluasi pencapaian kinerja tim. Pemenang ini
dapat duduk dalam dewan kualitas
9. Memikirkan strategi solusi masalah yang
bersifat lintas fungsi, atau masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh
pemerintah.
BAB
III
KESIMPULAN
Balances Scorecard adalah pendekatan terhadap
strategi manajemen yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business
School) and David Norton pada awal tahun 1990. Balances Scorecard berasal dari
dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balances
Scorecard adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi
dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah
satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam
mengimplementasikan strategi bisnisnya. Keunggulan pendekatan Balances
Scorecard dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu
menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1)
komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur.
Menurut Kaplan terdapat 4 perspektif dalam Balances
Scorecard yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Dalam
implementasi Balances Scorecard Agar organisasi pemerintah (publik) dapat
berhasil mengembangkan Balances Scorecard sebagai suatu sistem manajemen
kinerja pemerintahan, kepala pemerintahan perlu memperhatikan beberapa hal
berikut:
1.
Menciptakan
atau memberdayakan suatu dewan di tingkat kota madya yang disebut dewan kota yang
membantu mengidentifikasi sasaran organisasi pemerintah.
2.
Mengimplementasikan
infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengevaluasi dan membantu organisasi
pemerintah dalam memikirkan dan mencapai perencanaan strategis jangka panjang.
3.
Meningkatkan
transparansi data, informasi dan indikator kinerja kunci (key performance
indicators
4.
Berfokus
pada hasil-hasil. Organisasi pemerintah seyogianya menyeimbangkan hasil jangka
pendek dan sasaran jangka panjang serta memberikan perhatian penuh kepada
ukuran kinerja yang saling berkaitan dengan hal itu.
5.
Berfokus
pada balas jasa dan pengakuan berbasis evaluasi kinerja tim.
6.
Berfokus
pada indikator kinerja kunci (key performance indikator).
7.
Mengembangkan
kerangka kerja antar pemerintah dari sistem perencanaan dan pengukuran.
8.
Menunjuk
seorang atau beberapa orang pemenang yang berada dalam organisasi pemerintahan
itu untuk menggerakkan dan mengendalikan ide-ide dan dukungan terintegrasi dari
perencanaan dengan penetapan sasaran realistis, pengukuran kinerja, dan balas
jasa serta pengakuan berdasarkan evaluasi pencapaian kinerja tim. Pemenang ini
dapat duduk dalam dewan kualitas.
9.
Memikirkan
strategi solusi masalah yang bersifat lintas fungsi, atau masalah yang tidak
dapat diselesaikan oleh pemerintah.
DAFTAR
PUSTAKA
Robert
S. Kaplan dan David P. Norton, Balanced Scorecard, Penerbit Erlangga, Jakarta,
2000
Gaspersz,
Vincent, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard Dengan Six
Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2002